Sumber gambar: freepik.com

Gelombang Panas Melanda Asia, Dampak Nyata Perubahan Iklim

Beberapa pekan terakhir, suhu panas melanda sejumlah negara di Asia, mulai dari Filipina hingga India. Di India dan Bangladesh mengalami suhu udara hingga 45 derajat celsius. Sedangkan di Kota Manila, Filipina mengalami suhu tertinggi yang pernah tercatat. Cuaca panas di Thailand juga menyebabkan sebanyak 61 orang dilaporkan meninggal akibat serangan gelombang panas (heatwave) yang melanda sepanjang tahun ini dan telah melampaui rekor pada tahun 2023. Menurut laporan Badan Metreologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan World Metreological Organization (WMO), kawasan di Asia tersebut diperkirakan akan mengalami suhu yang sangat tinggi hingga akhir April 2024, yang kemudian akan menurun di bulan Mei 2024.

WMO juga mencatat rekor suhu global tertinggi tahun lalu, dengan Asia mengalami peningkatan pemanasan yang signifikan. Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa perubahan iklim menyebabkan gelombang panas menjadi lebih sering, berlangsung lebih lama, dan lebih intens. BMKG juga menyatakan bahwa Maret, April, dan Mei biasanya merupakan bulan-bulan paling panas dan kering di Filipina sepanjang tahun, namun kondisi tersebut semakin memburuk tahun ini karena berlanjutnya fenomena El Nino.

Pengertian Heatwave

Sebenarnya, apa itu heatwave?

Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), heatwave atau gelombang panas merupakan kondisi suhu panas panas yang berkepanjangan selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut di mana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5°C (9°F) atau lebih.

Dilansir dari situs resmi BMKG, gelombang panas biasanya terjadi di wilayah dengan letak lintang menengah hingga tinggi seperti wilayah Eropa, Amerika, dan sebagian wilayah Asia. Dari segi meteorologi, kejadian tersebut dapat disebabkan oleh udara panas yang terjebak di wilayah tertentu di dekat permukaan bumi akibat anomali dalam dinamika atmosfer. Akibatnya, aliran udara menjadi stagnan dalam skala yang luas, contohnya adalah pada periode yang cukup lama ketika terjadi sistem tekanan tinggi yang meluas. Sedangkan wilayah Indonesia terletak di tengah ke bawah garis khatulistiwa atau wilayah ekuator sehingga sulit terjadi. 

Perubahan iklim memperpanjang durasi gelombang panas, yang mengakibatkan dampak suhu ekstrem menjadi lebih buruk. Saat bumi mengalami pemanasan akibat perubahan iklim, gelombang panas cenderung bergerak lebih lambat dan bertahan lebih lama. Hal ini memperparah frekuensi dan intensitas kejadian tersebut, yang memiliki dampak besar pada masyarakat, ekonomi, dan yang terpenting, kehidupan manusia dan lingkungan kita.

Faktor-Faktor yang Dapat Menjadi Penyebab Heatwave

Melansir dari artikel Universitas Bakrie, beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab fenomena Heatwave adalah sebagai berikut:‌

  • Cuaca dan Iklim
Biasanya daerah dengan iklim kering dan panas, seperti gurun atau wilayah tropis, cenderung lebih sering mengalami heatwave. Namun, cuaca yang tidak biasa, seperti pola angin atau tekanan atmosfer yang ekstrim, juga dapat menyebabkan heat wave di wilayah yang sebelumnya jarang mengalaminya. Selain itu, panas dan kelembaban ekstrem juga turut mempengaruhi fenomena ini.

  • ‌Radiasi
Sinar matahari yang diserap oleh tanah dan air akan menyebabkan kenaikan suhu. Ketika sinar matahari dipantulkan kembali ke atmosfer, suhu udara pun meningkat.

  • ‌Efek Rumah Kaca

Aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil dan produksi limbah industri, menghasilkan gas-gas seperti karbon dioksida, metana, dan oksida nitrogen. Gas-gas tersebut terperangkap di atmosfer dan meningkatkan suhu udara secara global. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya heat wave di berbagai wilayah.

Apakah Cuaca Panas di Indonesia Termasuk Gelombang Panas?

Akhir-akhir ini memang hawa gerah makin terasa akibat sengatan cuaca panas yang melanda di berbagai wilayah Indonesia. Meskipun terasa panas menyengat, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa suhu panas yang melanda Indonesia saat ini tidak termasuk dalam kategori gelombang panas (heatwave). Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, berdasarkan data dan analisis BMKG, suhu tinggi yang terjadi saat ini masih dalam batas normal untuk wilayah Indonesia. Fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan merupakan fenomena yang bersiklus terjadi setiap tahun sebagai akibat dari adanya gerak semu matahari dan kondisi cuaca cerah pada siang hari.

Juru kampanye iklim dan energi Greenpeace, Hadi Priyanto, mengatakan jika yang terjadi pada saat ini merupakan sebuah anomali cuaca yaitu pada siang hari, masyarakat merasakan panas yang sangat terik, sedangkan pada sore hari hujan turun sangat deras. Menurut Hadi, pada masa lalu kita dapat memprediksi musim hujan dengan lebih konsisten. Misalnya, dari bulan September hingga Maret kita akan mengalami musim hujan, dan dari bulan April hingga September akan menghadapi musim panas. Puncak suhu panas biasanya terjadi pada bulan Juli-Agustus. Namun, saat ini situasinya berbeda. Pada bulan April, kita sudah merasakan panas yang luar biasa, padahal seharusnya masih dalam masa peralihan dari musim hujan ke musim panas.

Menurutnya memburuknya krisis iklim menunjukkan kurangnya komitmen pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut. Ia menyoroti bahwa pemerintah masih mengandalkan energi fosil yang kotor dalam sebagian besar penggunaannya di dalam negeri, meskipun sudah ada beberapa regulasi yang seharusnya mendorong penggunaan energi bersih.

Meskipun Indonesia terletak di garis khatulistiwa dan tidak termasuk wilayah rawan gelombang panas, bukan berarti kita bebas dari risiko. Cuaca panas ekstrem dapat membawa berbagai dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia, sehingga membuat kita harus tetap waspada. Heatwave dapat menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitar. Selain fenomena heatwave, cuaca ekstrem yang di bawah rata-rata juga dapat memicu bencana alam seperti badai, kekeringan, kenaikan permukaan air laut, dan lain sebagainya. 

Dampaknya tidak hanya terbatas pada manusia, tetapi juga merusak berbagai sektor dan ekosistem. Sektor pangan dapat terpengaruh dengan penurunan produksi bahan pokok, sumber air menjadi kering, dan kelangkaan air bersih. Ekosistem laut dan darat juga dapat mengalami kerusakan signifikan, dan bencana alam seperti kebakaran hutan dapat dengan mudah terjadi. Bahkan rantai makanan juga dapat terganggu.

Seperti yang kita saksikan belakangan ini, heatwave dapat menyebabkan kematian manusia. Suhu yang terlalu tinggi membuat tubuh manusia sulit beradaptasi, terutama bagi mereka yang lebih rentan seperti anak-anak, orang tua, dan orang dengan kondisi kesehatan tertentu.

Kementrian Kesehatan (Kemenkes) juga menyampaikan jika potensi penyakit yang dapat menyerang masyarakat yang tidak melakukan persiapan yang baik dan benar dalam menghadapi cuaca yang panas dapat menyebabkan dehidrasi, heatstroke dan iritasi kulit, sakit kepala sebelah (migrain) akibat terpapar panas matahari ataupun terpapar polusi yang berlebihan, panas dalam, hingga demam tinggi. Namun, Greeners jangan khawatir sebab hal-hal tersebut dapat dicegah melalui upaya preventif dengan banyak mengkonsumsi buah dan sayur, menjaga tubuh tetap terhidrasi, kurangi beraktivitas di luar ketika jam-jam panas, menggunakan pakaian yang nyaman, menyerap keringat dan mampu melindungi tubuh dari sengatan matahari serta mengkonsumsi suplemen atau multivitamin. 


Sumber referensi:

  • Aditya, Rama. 2024. Siaran Pers, Analisis Suhu Panas dan Potensi Cuaca Signifikan di Sebagian Wilayah Indonesia Sepekan ke Depan. Diakses pada 12 Mei 2024, dari https://www.bmkg.go.id/press-release/?p=analisis-suhu-panas-dan-potensi-cuaca-signifikan-di-sebagian-wilayah-indonesia-sepekan-ke-depan&tag=press-release&lang=ID

  • Universitas Bakrie. (2024). Diakses pada 12 Mei 2024, dari https://bakrie.ac.id/articles/441-ketahui-heat-wave-atau-gelombang-panas-selengkapnya-di-sini.html

  • Intan, Gita. 2024. BMKG Pastikan Cuaca Panas yang Melanda Indonesia Bukan “Heatwave”. Diakses pada 13 Mei 2024, dari https://www.voaindonesia.com/a/bmkg-pastikan-cuaca-panas-yang-melanda-indonesia-bukan-heatwave-/7597768.html

  • Andika, Dwi. 2024. Indonesia Dilanda Suhu Panas Yang Bikin Gerah, Sampai Kapan?. Diakses pada 12 Mei 2024, dari https://tekno.tempo.co/read/1865867/indonesia-dilanda-suhu-panas-yang-bikin-gerah-sampai-kapan

  • Revo, M. & Rachman, A. 2024. Negara Tetangga Panas Mendidih, Suhu Pecah Rekor-Makan Korban Jiwa. Diakses pada 12 Mei 2024, dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20240504172717-4-535758/negara-tetangga-panas-mendidih-suhu-pecah-rekor-makan-korban-jiwa